Berita  

Mahkamah Konstitusi akan kembali menyelenggarakan sidang pengujian undang-undang pada awal Juli.

Mahkamah Konstitusi dijadwalkan akan mulai menggelar sidang pengujian undang-undang lagi pada awal Juli 2024 setelah menyelesaikan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Pileg 2024 yang berakhir pada 10 Juni 2024.

“Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan sidang panel akan dimulai awal Juli. Saat ini setiap hakim sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi kasus masing-masing,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Setelah menyelesaikan penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024, Enny menjelaskan bahwa beberapa hakim konstitusi akan memiliki jadwal agenda di luar negeri untuk acara-acara internasional, seperti lokakarya dan seminar, sementara yang lain akan beristirahat di daerah masing-masing.

“Semua sudah dijadwalkan agar para hakim bisa kembali dengan kesegaran pikiran saat menghadapi sidang-sidang pengujian undang-undang,” ujarnya.

Saat ini, ada beberapa permohonan pengujian undang-undang yang diajukan di MK yang masih menunggu proses, salah satunya terkait ambang batas usia minimal calon kepala daerah dalam Undang-Undang Pilkada.

Dua mahasiswa bernama A. Fahrur Rozi dan Anthony Lee telah mengajukan permohonan mengenai konstitusionalitas Pasal 7 ayat (1) dan 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang mekanisme pencalonan dan syarat batas usia untuk calon gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota.

Permohonan tersebut diterima oleh MK pada 11 Juni 2024 dan tercatat dalam akta pengajuan permohonan pemohon (AP3) dengan nomor 69/PUU/PAN.MK/AP3/06/2024.

Dalam argumennya, mereka menilai bahwa putusan yang ada telah melahirkan dua penafsiran yang berbeda terhadap ketentuan pasal tersebut.

Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang pada dasarnya mengubah batas usia minimal calon kepala daerah menjadi terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang dihitung sejak penetapan pasangan calon.

Fahrur dan Anthony meminta agar MK menyatakan bahwa pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama belum diinterpretasikan sebagai “berusia minimum 30 tahun untuk calon gubernur, wakil gubernur, dan 25 tahun untuk calon bupati, wakil bupati, atau calon wali kota, wakil wali kota terhitung sejak penetapan pasangan calon”.

Artikel ini disusun oleh Nadia Putri Rahmani dan diedit oleh Didik Kusbiantoro, Copyright © ANTARA 2024.