Rantai Pengantaran Paket Ramah Lingkungan

LMD sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia bersama Clean Mobility Collective Southeast Asia (CMC SEA) merupakan salah satu fase yang paling berkontribusi terhadap emisi karbon di kawasan Asia Tenggara. Hal ini terungkap dalam laporan yang dirilis pada 10 Agustus 2025, yang menyebutkan bahwa segment ini juga memiliki biaya yang tinggi dan menyumbang emisi karbon tertinggi hingga 53 persen dari total biaya pengiriman. Layanan LMD di Asia Tenggara sebagian besar menggunakan sepeda motor sebagai kendaraan utama, karena selain biayanya yang terjangkau, sepeda motor juga mampu melewati kepadatan kota dengan efisien.

Proses LMD sendiri merupakan tahap pengantaran barang ke konsumen yang berada pada tahap akhir distribusi. Selain terjadi di Indonesia, studi yang dilakukan oleh ITDP dan CMC SEA juga melibatkan Thailand, Vietnam, dan Filipina. Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa sebagian besar armada LMD di Vietnam menggunakan sepeda motor, dengan estimasi emisi karbon yang mencapai lebih dari 1,2 juta ton per hari pada tahun 2025. Meskipun beberapa perusahaan logistik sudah mulai beralih ke kendaraan listrik dan strategi rendah emisi, namun adopsinya belum merata disebabkan oleh minimnya dukungan kebijakan, lemahnya regulasi, dan keterbatasan finansial khususnya bagi pelaku usaha kecil dan lokal.

Selain itu, sektor LMD juga dihadapkan pada sejumlah tantangan struktural seperti minimnya perencanaan pemerintah, kurangnya kolaborasi lintas pemangku kepentingan, serta kekurangan data emisi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan perusahaan dianggap penting untuk mencapai kemajuan yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon. Selain itu, inisiatif model pengiriman ramah lingkungan seperti yang dilakukan di Indonesia dan Filipina juga diapresiasi, sehingga diharapkan pengalaman positif dari beberapa negara tersebut dapat diadopsi lebih luas untuk mendukung kebijakan yang lebih berpihak pada lingkungan dan kesehatan. Dengan demikian, kolaborasi antarnegara dan berbasis data diharapkan dapat mendorong perubahan yang lebih positif dalam menciptakan kota yang ramah lingkungan, sehat, dan inklusif bagi semua.

Source link