Coca-Cola Company memutuskan untuk menggunakan gula tebu sebagai pemanis dalam minuman mereka, menggantikan penggunaan sirup jagung. Keputusan ini diambil setelah Presiden Donald Trump mengungkapkannya secara online, dan Coca-Cola kemudian mengonfirmasi pergantian ini. Salah satu alasan di balik keputusan ini adalah pertimbangan kesehatan.
Meskipun gula tebu dan HFCS digunakan sebagai pemanis makanan dan minuman, keduanya memiliki perbedaan dalam proses produksi, komposisi kimia, dan dampaknya pada tubuh manusia. Gula tebu diperoleh dari tanaman tebu melalui proses pemerasan sari dan kristalisasi, yang menghasilkan sukrosa. Di sisi lain, HFCS dihasilkan dari pati jagung yang diubah menjadi glukosa, kemudian diolah menjadi fruktosa melalui enzim khusus.
Perbedaan komposisi ini mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh. HFCS dengan kandungan fruktosa yang lebih tinggi dapat meningkatkan risiko berbagai gangguan metabolik, seperti penyakit hati berlemak non-alkoholik dan resistensi insulin. Meskipun fruktosa juga terdapat dalam gula tebu, kadar yang lebih rendah membuatnya dianggap lebih aman jika dikonsumsi secara wajar.
HFCS umumnya digunakan dalam produk industri karena biaya produksi yang lebih rendah dan kemampuannya menjaga stabilitas produk dalam jangka panjang. Di sisi lain, gula tebu lebih sering digunakan dalam produk yang menekankan citra “alami” atau “klasik”. Penting untuk membatasi konsumsi gula tambahan, termasuk gula tebu atau HFCS, sesuai dengan rekomendasi organisasi kesehatan.
Perubahan dari HFCS ke gula tebu tidak otomatis membuat sebuah produk lebih sehat, karena yang terpenting adalah mengatur jumlah total gula yang dikonsumsi dan menjaga pola makan yang seimbang. Selalu penting untuk memperhatikan asupan gula secara keseluruhan dan mengonsumsinya dengan bijak.