Pergantian pemain menjadi salah satu strategi penting dalam permainan sepakbola modern. Regulasi resmi telah mengatur dengan ketat jumlah maksimal pergantian pemain dalam satu pertandingan, yaitu sebanyak lima kali, dengan tiga kesempatan berbeda selama waktu normal pertandingan ditambah satu kesempatan tambahan saat jeda babak pertama. Hal ini mulai diterapkan sejak tahun 2020 sebagai respon terhadap pandemi COVID-19. Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) mengusulkan perubahan ini kepada International Football Association Board (IFAB), yang kemudian dipermanenkan pada tahun-tahun berikutnya.
Alasan di balik penambahan jumlah pergantian pemain menjadi lima adalah untuk melindungi kebugaran fisik pemain dan menjaga kualitas permainan. Saat pandemi menimbulkan penjadwalan kompetisi yang padat, frekuensi pertandingan yang tinggi meningkatkan risiko kelelahan dan cedera bagi para pemain. Oleh karena itu, aturan baru ini dianggap sebagai langkah yang tepat.
Pergantian pemain dalam sejarah sepakbola awalnya tidak diizinkan, kecuali dalam situasi luar biasa. Pergantian pemain resmi pertama kali diadopsi di sepakbola Inggris pada tahun 1958, dalam Piala Dunia di Meksiko pada tahun 1970. Adopsi aturan ini bertujuan untuk memperluas kesempatan bagi pelatih untuk mengelola tim dengan lebih baik.
Selain itu, untuk meningkatkan keselamatan pemain, terutama terkait cedera kepala, sepakbola juga memperkenalkan pergantian pemain karena gegar otak. Pergantian ini tidak dihitung sebagai bagian dari lima pergantian reguler yang diizinkan, menunjukkan komitmen untuk memprioritaskan kesejahteraan pemain. Meskipun demikian, belum semua kompetisi elit menerima usulan cedera kepala sebagai alasan pergantian sementara, seperti yang dilaporkan oleh Sportsboom.
Dengan berbagai perkembangan aturan pergantian pemain dalam sepakbola, penting bagi semua pihak terlibat untuk memahami dan mengikuti ketentuan yang berlaku guna menjaga sportivitas dan keseimbangan dalam setiap pertandingan.