Sidang kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dengan terdakwa eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dijadwalkan berlangsung mulai pekan depan. Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi NTT, Raka Putra Dharma, mengumumkan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Kupang telah menerima surat penetapan jadwal sidang dari Panitera Pengadilan Negeri Kupang Kelas 1A mengenai kasus terdakwa AKBP Fajar. Surat penetapan menetapkan bahwa sidang akan dilaksanakan pada Hari Senin, 30 Juni 2025 jam 11.00 Wita.
Menurut Raka, dalam surat penetapan jadwal sidang, Panitera Pengadilan Negeri Kupang juga memerintahkan JPU Kejari Kota Kupang untuk hadir dengan terdakwa eks Kapolres Ngada AKBP Fajar, serta alat bukti dan barang bukti terkait pada sidang tersebut. Selain itu, penetapan jadwal sidang terdakwa lainnya, yakni SHDR alias Stefani alias Fani dalam kasus kekerasan seksual bersama Fajar, juga akan dilaksanakan pada Senin pekan depan.
Kasus kekerasan seksual yang melibatkan AKBP Fajar terhadap tiga anak, yaitu IBS (6), WAF (13), dan MAN (16), mencuat setelah video aksi kekerasan seksual yang dilakukan oleh Fajar terhadap seorang anak berusia 6 tahun tersebar di situs porno asing darkweb. Hal ini dilaporkan oleh Polisi Federal Australia (AFP) dan selanjutnya ditindaklanjuti oleh Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dan Polda NTT. Fajar ditangkap pada 20 Februari 2025 oleh tim gabungan Propam Mabes Polri dan Polda NTT.
Dari hasil penyelidikan Ditreskrimum Polda NTT, terkuak bahwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh AKBP Fajar terhadap anak berusia 6 tahun terjadi pada 11 Juni 2024 di Hotel Kristal Kupang, serta dilakukan kekerasan seksual terhadap anak lainnya dalam waktu tujuh bulan di dua Hotel di Kota Kupang. Perempuan berinisial SHDR alias Stefani alias Fani yang membawa anak berusia 6 tahun atas permintaan Fajar juga menjadi korban kekerasan seksual dan dijadikan tersangka dalam kasus tersebut.
AKBP Fajar, yang juga terlibat dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkoba, dipecat dari dinas kepolisian seiring dengan putusan etik oleh Komisi Kode Etik Polri. Pemecatan tersebut juga diikuti dengan penolakan banding atas putusan tersebut oleh Fajar. Kasus ini mencuat pada media internasional dan mengundang kecaman masyarakat atas tindakan keji yang dilakukan oleh seorang mantan anggota kepolisian.