Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, mengajukan pertanyaan mengenai dasar kampus yang mendukung usulan pemberian izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi dalam perubahan keempat RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Fathul mempertanyakan logika dari kampus yang merespons positif usulan tersebut, mengingat membutuhkan modal besar untuk mengelola tambang. Ia menegaskan bahwa investasi dalam usaha pertambangan sangat tinggi dan sumber dana pendidikan tidak seharusnya digunakan untuk usaha nonpendidikan karena dapat berdampak negatif, termasuk dalam hal perpajakan.
Fathul juga menyatakan kekhawatirannya terhadap kepentingan di balik kampus yang ingin mendapatkan izin usaha pertambangan, sehingga mempertanyakan logika dari kampus pendukung yang mengklaim bahwa dengan mengelola tambang, biaya UKT bisa turun. Namun, Fathul meragukan bahwa hal tersebut akan terjadi. Menurutnya, pengelolaan usaha pertambangan oleh kampus bukanlah solusi untuk pembiayaan tinggi dan dapat mengancam integritas akademik kampus.
UII secara tegas menolak usulan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi dengan alasan bahwa industri ekstraktif telah terbukti berdampak buruk pada lingkungan dan masyarakat lokal. Fathul menekankan bahwa terlibat dalam aktivitas pertambangan dapat merusak reputasi kampus, mempertaruhkan akademis, dan mengalihkan fokus dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan. Dia menggarisbawahi bahwa kampus harus memperhatikan dampak lingkungan dan menjaga reputasi yang telah dibangun selama ini.
Meskipun ada pro kontra terkait usulan pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi, Fathul dan UII bersikeras meminta pemerintah dan DPR agar tidak melibatkan kampus dalam manajemen tambang. Mereka meminta agar pemerintah mempertimbangkan opsi pendanaan lain untuk membantu kampus serta memastikan bahwa misi pendidikan kampus tetap utuh dan tidak terganggu oleh kepentingan bisnis.