Berita  

Pentingnya diterbitkan peraturan pelaksana Undang-Undang Tindak Pidana Kejahatan Seksual

Selang 1 tahun 7 bulan pasca-Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) resmi diundangkan, peraturan pelaksana UU tersebut hingga kini belum juga terbit.

Meskipun pada Pasal 91 UU TPKS memberi batas waktu paling lambat penetapan peraturan pelaksanaannya 2 tahun terhitung sejak diundangkan, percepatan terbitnya peraturan pelaksana UU TPKS harus dilakukan demi melindungi korban kekerasan seksual.

Proses penyusunan dan pembentukan peraturan pelaksana dari UU tersebut saat ini sudah memasuki tahapan akhir menuju penetapan dan pengundangan.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai leading sector bersama dengan Panitia Antarkementerian dan Nonkementerian (PAK) menyepakati pembentukan tiga peraturan pemerintah dan empat peraturan presiden, di mana lima peraturan diprakarsai oleh KemenPPPA dan dua di antaranya diinisiasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dua peraturan pelaksana UU TPKS yang diprakarsai oleh Kemenkumham adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum dan Tenaga Layanan Pemerintah, dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat.

Sementara lima peraturan pelaksana yang diprakarsai oleh KemenPPPA berupa RPP tentang Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS; RPP tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan penanganan Korban TPKS.

Kemudian RPerpres tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu dalam Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan di Pusat; RPerpres tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak; dan RPerpres Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS.

UU TPKS ini sebenarnya telah berlaku sejak disahkan pada 9 Mei 2022, meskipun peraturan pelaksananya belum terbit. Namun demikian, implementasi dari UU ini masih rendah.

Selanjutnya, pendampingan yang belum membangun pemberdayaan hukum korban.

Penguatan kapasitas SDM ini para pesertanya adalah aparat penegak hukum, lembaga penyedia layanan, ataupun penyelenggara layanan lainnya, dan pendamping.

Ketika di dalam dunia kerja ada individu-individu yang melakukan kekerasan seksual dan dari korporasi ternyata tidak melindungi korbannya, bahkan ada pembiaran, tidak memberikan sarana prasarana untuk pekerja perempuan agar menjadi aman, itu bisa diancam dengan Undang-Undang TPKS.

Kehadiran UU TPKS membawa cara pandang baru terhadap kekerasan seksual yakni penanganan kekerasan seksual.