Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mencatat perburukan kualitas udara di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi selama sebulan terakhir. Menurut pantauan dari Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA) di Jabodetabek, konsentrasi partikel halus atau PM2.5 telah melampaui ambang batas aman. Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara KLH, Edward Nixon Pakpahan, mengungkapkan bahwa nilai PM2.5 telah mencapai di atas 100 ppm, melebihi standar keamanan sebesar 55 ppm.
Dampak buruk dari kualitas udara yang memburuk dapat berdampak negatif bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Protokol Pencegahan Polusi Udara 6M dan 1S sebagai panduan untuk melindungi diri dan keluarga dari udara yang tidak sehat. Langkah-langkah pencegahan tersebut termasuk memeriksa kualitas udara sebelum keluar rumah, mengurangi aktivitas di luar ruangan, menggunakan masker yang sesuai, menggunakan penjernih udara dalam ruangan, menghindari asap rokok, menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan jika mengalami gejala tertentu.
Penurunan kualitas udara disebabkan oleh berbagai sumber emisi, dengan sektor transportasi menjadi kontributor terbesar sebesar 42–52 persen, diikuti oleh industri, pembakaran terbuka, dan konstruksi. Salah satu fokus utama adalah pembakaran terbuka seperti pembakaran jerami pasca panen dan sampah tanpa mekanisme pembakaran yang benar. KLH menyerukan dukungan dari semua pihak, termasuk kementerian terkait, untuk mendukung percepatan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan atau rendah sulfur. Tindakan ini diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas udara di wilayah tersebut.