Ormas di Indonesia memiliki peran penting sebagai wadah partisipasi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, tidak semua ormas beroperasi sesuai dengan hukum. Terkadang, ormas terlibat dalam aktivitas negatif seperti aksi kekerasan atau meresahkan masyarakat. Dalam hal tersebut, apakah ormas yang berperilaku buruk dapat dibubarkan sesuai aturan hukum?
Dasar hukum mengenai pembubaran ormas diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Pemerintah diberikan kewenangan untuk membubarkan ormas yang melakukan pelanggaran serius seperti menyebarkan paham radikalisme, melakukan kekerasan, atau mendukung gerakan separatis yang merugikan kesatuan negara.
Sanksi administratif dapat diberikan kepada ormas yang melanggar aturan, mulai dari peringatan tertulis, penghentian kegiatan sementara, hingga pencabutan status badan hukum. Sanksi ini dapat diberikan bertahap, tetapi dalam kasus berat dan mendesak, pemerintah bisa langsung membubarkan ormas yang melanggar hukum.
Pembubaran ormas sebelumnya harus melalui proses pengadilan, namun setelah berlakunya UU No. 16 Tahun 2017, pemerintah berhak langsung membubarkan ormas tanpa proses pengadilan terlebih dahulu. Ormas yang merasa tidak puas dengan keputusan pembubaran dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sebagai contoh, Front Pembela Islam (FPI) menjadi salah satu ormas yang dibubarkan oleh pemerintah. Alasannya antara lain adanya bukti keterlibatan anggota dalam tindak pidana, aktifitas memicu keresahan masyarakat, serta status legalitas yang tidak dipenuhi. Pembubaran ormas yang melanggar hukum bertujuan untuk menjaga ketertiban, melindungi masyarakat, dan mempertahankan kesatuan bangsa. Dengan dasar hukum yang jelas, pemerintah memiliki langkah tegas untuk menindak ormas yang dianggap membahayakan negara.