Memiliki tanah atau properti bukan hanya soal membeli dan menjual, tetapi juga memastikan bahwa semua dokumen legalitasnya sudah sah atas nama pemilik yang baru. Salah satu langkah penting yang sering diabaikan adalah proses balik nama sertifikat tanah, yang sebenarnya merupakan tahapan krusial untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari. Tanpa proses ini, meskipun Anda telah membayar lunas sebidang tanah, secara hukum tanah tersebut belum sah menjadi milik Anda. Maka dari itu, penting untuk memahami dengan benar prosedur balik nama, agar hak kepemilikan Anda diakui secara resmi oleh negara.
Balik nama sertifikat tanah adalah prosedur pemindahan kepemilikan hak atas tanah, dari pihak penjual kepada pihak pembeli tanah yang baru. Sertifikat tanah merupakan dokumen resmi yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai bukti kepemilikan seseorang atas suatu lahan atau sebidang tanah beserta bangunannya. Sertifikat tanah juga menjadi landasan untuk berbagai transaksi tanah, seperti jual beli, sewa, atau gadai.
Langkah pertama adalah membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara calon penjual dan calon pembeli. PPJB digunakan jika tanah belum dapat dialihkan segera karena alasan tertentu, seperti menunggu pemecahan sertifikat atau masih dalam agunan. Setelah itu, proses dilanjutkan di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk membuat Akta Jual Beli (AJB), dilanjutkan dengan pembayaran PPh bagi penjual yang menerima penghasilan dari pengalihan hak atas tanah.
Pembeli, setelah pembuatan AJB, harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sebelum kemudian mengajukan permohonan balik nama sertifikat tanah ke BPN. Langkah terakhir adalah mengisi formulir permohonan, menyerahkan dokumen yang diperlukan, dan membayar biaya administrasi. Pastikan dokumen lengkap dan sah sebelum memulai proses ini. Dengan demikian, proses balik nama sertifikat tanah dapat berjalan lancar sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.