Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Bayu Wardana, melaporkan bahwa sebanyak 18 jurnalis menjadi korban kekerasan selama meliput gelombang aksi penolakan pengesahan perubahan UU TNI sejak pekan lalu hingga Rabu (26/3). Bentuk kekerasan terhadap jurnalis tersebut sangat bervariasi, termasuk di antaranya kekerasan seksual. Kekerasan ini terjadi di berbagai kota seperti Jakarta, Sukabumi, Bandung, Surabaya, dan Malang.
Salah satu contoh kekerasan yang terjadi adalah pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor media Tempo di Jakarta. Bayu menyatakan bahwa sebagian kekerasan tersebut sudah dilaporkan ke pihak kepolisian setempat untuk diusut lebih lanjut. Meskipun pihak AJI pesimis, mereka tetap berharap penegakan hukum akan dilakukan secara tuntas terhadap kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Koalisi Kebebasan Berserikat, yang terdiri dari beberapa organisasi sipil, juga mengutuk dugaan kekerasan terhadap jurnalis yang meliput aksi demonstrasi UU TNI. Mereka juga mengecam tindakan kekerasan dan represifitas aparat terhadap para demonstran. Selain itu, mereka juga menyinggung meningkatnya kekerasan digital terhadap aktivis dan jurnalis yang mengkritik revisi UU TNI.
Koalisi tersebut menyerukan agar pemerintah, DPR, dan lembaga aparat lainnya untuk memberikan perlindungan kepada jurnalis, aktivis, dan pembela HAM dari segala bentuk ancaman, baik fisik maupun digital. Dalam upaya mendukung kebebasan pers dan perlindungan hak asasi manusia, pihak AJI dan koalisi tersebut berharap agar penegakan hukum terhadap kasus kekerasan terhadap jurnalis dapat dilakukan secara komprehensif dan berkeadilan.