Perhatian terhadap keselamatan di perlintasan kereta api selalu menjadi fokus utama dalam regulasi lalu lintas di Indonesia. Hal ini tercermin dari berbagai aturan dan sanksi yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatur perlintasan sebidang guna mencegah kecelakaan dan memastikan keselamatan seluruh pengguna jalan.
Aturan yang harus dipatuhi oleh pengguna jalan termasuk dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal-pasal dalam kedua Undang-Undang ini menegaskan kewajiban pengemudi kendaraan untuk berhenti saat sinyal berbunyi dan palang pintu mulai tertutup serta untuk mendahulukan perjalanan kereta api.
Pelanggaran terhadap aturan perlintasan kereta api, seperti menerobos palang pintu atau mengabaikan sinyal peringatan, dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 296 UU Nomor 22 Tahun 2009. Sanksi tersebut berupa pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda hingga Rp750 ribu.
Selain itu, penting bagi setiap pengguna jalan untuk memahami dan mematuhi aturan keselamatan saat melintasi rel kereta api. Langkah-langkah untuk meningkatkan keselamatan di perlintasan kereta api juga telah diterapkan oleh pemerintah, seperti pembangunan perlintasan tidak sebidang, penggunaan peralatan otomatis, dan perbaikan infrastruktur.
Kecelakaan di perlintasan kereta api umumnya disebabkan oleh faktor-faktor seperti kondisi sarana yang kurang optimal, kesadaran pengemudi yang rendah, kurangnya pengamanan prasarana, cuaca buruk, dan penggunaan jalur rel untuk kepentingan lain. Kepatuhan terhadap aturan perlintasan sebidang sangat penting untuk menghindari kecelakaan dan menjaga keselamatan.
Dalam upaya meningkatkan keselamatan di perlintasan kereta api, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Kesadaran akan pentingnya aturan serta perbaikan infrastruktur dapat menciptakan sistem transportasi yang lebih aman dan efisien. Dengan demikian, keselamatan di perlintasan kereta api dapat terjamin untuk semua pengguna jalan.