Polisi dari Direktorat Kriminal Umum Polda Aceh tengah menyelidiki kasus dugaan pemaksaan aborsi yang dilakukan oleh Ipda Yohanda Fajri terhadap pacarnya. Menurut Kabid Propam Polda Aceh, Kombes Pol Eddwi Kurniyanto, pihak kepolisian menanggapi serius kasus kekerasan seksual tersebut dan akan menggunakan Pasal 348 KUHP tentang Aborsi dan UU Kesehatan Tahun 2023 Pasal 60 tentang aborsi dengan maksimal. Penyelidikan lebih lanjut sedang dilakukan untuk menentukan apakah unsur pemaksaan terdapat dalam tindakan aborsi yang terjadi.
Proses penyelidikan untuk kasus ini melibatkan koordinasi dengan Ditkrimum untuk membuktikan adanya aborsi dan unsur pidana yang terjadi. Eddwi menegaskan bahwa pihak kepolisian akan bersikap transparan dalam penyelesaian kasus ini, dengan mencopot Ipda Yohanda dari jabatannya sebagai Pamapta Polres Bireuen sebagai langkah awal.
Kasus ini bermula saat Ipda Yohanda, yang saat itu masih menjadi taruna Akpol, meminta pacarnya, pramugari dengan inisial VF, untuk menggugurkan kandungannya karena alasan karier dan aturan di Akpol. Meskipun korban telah menolak, Ipda Yohanda memaksa korban dengan memberikannya obat hingga tiga kali sehari yang mengakibatkan keguguran. Hingga saat ini, korban masih menjalani perawatan intensif untuk menangani komplikasi akibat aborsi paksa.
Sebelumnya, kasus ini sempat dimediasi antara kedua belah pihak dengan hasil damai, namun anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Nasdem, Rudianto Lallo, mengecam upaya mediasi tersebut. Menurutnya, kasus ini seharusnya tidak dianggap sebagai masalah internal, melainkan sebagai tindak pidana yang harus diproses secara tegas. Ia menyoroti bahwa upaya untuk melindungi Ipda Yohanda dalam kasus tersebut patut dipertanyakan, dan menegaskan pentingnya menindak anggota Polri yang melakukan tindakan tercela tanpa terkecuali.