Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, menarik perhatian publik setelah laporan harta kekayaannya menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini terjadi dalam konteks polemik seputar implementasi sistem administrasi perpajakan terbaru, Coretax. Sistem tersebut diluncurkan pada 31 Desember 2024 dengan tujuan memodernisasi dan menyederhanakan proses perpajakan. Namun, sejak diluncurkan, Coretax sering mengalami gangguan teknis yang mempersulit wajib pajak dalam mengakses layanan. Banyak wajib pajak mengeluhkan kesulitan saat melakukan transaksi pajak atau menggunakan fitur-fitur dalam sistem tersebut, yang kemudian menjadi viral di media sosial.
Berkenaan dengan hal ini, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada akhir tahun 2022, Suryo Utomo memiliki total harta kekayaan senilai Rp18,32 miliar, meningkat hampir tiga kali lipat dari laporan tahun 2016. Harta kekayaan tersebut terdiri dari aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp14,9 miliar yang tersebar di Bekasi, Jakarta Selatan, dan Bogor. Selain itu, Suryo juga memiliki aset berupa kendaraan senilai Rp947 juta dan harta bergerak senilai Rp1,09 miliar. Total kekayaannya setelah dikurangi kewajiban tercatat sebesar Rp18,32 miliar.
LHKPN merupakan kewajiban bagi pejabat negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Data ini dipublikasikan melalui situs resmi KPK untuk mencapai transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Maka, sorotan terhadap harta kekayaan Suryo Utomo dalam konteks implementasi Coretax adalah suatu hal yang perlu mendapat perhatian publik dan pihak terkait untuk menjaga integritas dan kepercayaan dalam sistem perpajakan.