Sebuah rumah bertingkat di Jalan Statistik, Duren Sawit, Jakarta Timur, menjadi sorotan setelah terjadi penjarahan dan perusakan. Garis polisi terpasang di sekitar rumah yang kaca jendelanya pecah dan dipenuhi dengan coretan kata-kata makian. Akses ke rumah itu ditutup dengan lapisan seng yang dipasang di bagian pagar yang jebol. Terlihat tukang-tukang harus menggunakan tangga untuk masuk ke halaman rumah yang berwarna putih. Meskipun tidak ada penjagaan di rumah tersebut, warga terus berdatangan, berfoto di depan rumah, dan kemudian pergi. Rumah tersebut milik Anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Surya Utama, yang dikenal dengan nama panggilan Uya Kuya. Sebelumnya, rumah itu digeruduk massa dan barang-barangnya dijarah. Video penjarahan itu beredar di media sosial, menunjukkan gerombolan massa merusak dan keluar membawa barang-barang dari rumah tersebut. Salah satu saksi mata, Bagus, mengungkapkan bahwa massa berkumpul di sekitar Jalan SMP 135 sekitar pukul 19.00 WIB sebelum menyerang rumah Uya. Menurutnya, massa tersebut terdiri dari remaja dan bukan warga sekitar. Setelah melakukan penjarahan, barang-barang dibawa kembali dan dimuat ke dalam mobil pickup. Tidak hanya rumah Uya, rumah anggota DPR RI lainnya juga mengalami penjarahan seperti rumah Ahmad Sahroni di Jakarta Utara dan Eko Patrio di Jakarta Selatan. Gelombang penjarahan ini terjadi bersamaan dengan adanya demonstrasi di beberapa titik di Jakarta. Presiden Prabowo Subianto menyoroti dugaan makar di balik perusakan yang terjadi selama gelombang demonstrasi Agustus lalu. Ia memerintahkan aparat kepolisian dan TNI untuk mengambil tindakan tegas terhadap perusakan fasilitas umum dan penjarahan rumah individu. Peristiwa ini mengingatkan pada kejadian serupa yang terjadi pada tahun 1998. Aturan dalam pengerusakan dan penjarahan menunjukkan pola yang hampir sama dengan peristiwa kerusuhan tahun 1998.Penjarahan saat itu terjadi secara berurutan pada Sabtu (30/8) dimulai dari rumah Sahroni, lalu Eko Patrio, Uya Kuya, Nafa Urbach, dan Sri Mulyani. Terdapat kemiripan pola dalam penjarahan rumah-rumah pejabat dengan kejadian kerusuhan 1998. Pelaku penjarahan tersebut bahkan direkrut dari luar daerah, mengingatkan pada kejadian 1998 di mana massa penggerak juga berasal dari luar. Menurut pengamat, gelombang demonstrasi dan penjarahan saat ini menunjukkan kekecewaan dan protes yang terhubung melalui solidaritas media sosial. Mereka berpendapat bahwa gelombang protes tersebut menunjukkan ketidakadilan sosial dan kecewa terhadap institusi yang kehilangan pendengarannya. Pihak TNI membantah adanya pembiaran terhadap penjarahan yang terjadi, sementara pihak kepolisian masih menyelidiki dugaan aksi terorganisir dalam aksi penjarahan pasca-demo Agustus lalu. Terdapat juga asumsi masyarakat bahwa penjarahan yang terjadi bertujuan menciptakan kondisi darurat untuk dijadikan alasan penerapan kebijakan darurat sipil atau militer. Menyikapi hal ini, pemerintah menegaskan bahwa TNI akan selalu taat pada aturan dan memberikan bantuan sesuai dengan permintaan konstitusi.
Pengalaman Penjarahan Rumah Uya Kuya dan Sahroni: Sebuah Analisis

Read Also
Recommendation for You
Kepala Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi (KPPG) untuk wilayah Riau, Kepulauan Riau (Kepri), dan Sumatera Barat…
Kebakaran yang melanda delapan rumah warga di Makassar, Sulawesi Selatan, menyebabkan satu anak perempuan berusia…
Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Wahyudin Moridu, sedang menjadi sorotan karena mengaku akan merampok uang negara…
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo melakukan peninjauan langsung di waduk muara Nusa Dua, aliran…
Tiga pelajar SMP di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan tewas setelah terlibat kecelakaan fatal dengan sebuah…