Kasus penembakan di sekolah Amerika terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Dengan sekitar 1.000 insiden kekerasan bersenjata tercatat, jumlah ini sepuluh kali lipat dibandingkan satu dekade sebelumnya. Kondisi ini telah memicu banyak perdebatan mengenai langkah-langkah untuk menjaga keamanan siswa, mulai dari larangan penggunaan smartphone di kelas hingga usulan drone bersenjata sebagai solusi ekstrem.
Salah satu ide yang tengah diuji oleh beberapa sekolah di Florida adalah penggunaan drone bersenjata untuk menghadapi penembak. Drone ini dibuat oleh perusahaan Campus Guardian Angel dan disimpan dalam kotak berisi enam unit di area sekolah. Drone ini dapat diprogram untuk terbang dalam 15 detik setelah ancaman terdeteksi, dengan kecepatan maksimal 30–50 mph di dalam gedung dan 100 mph di luar ruangan. Dikendalikan dari jarak jauh oleh tim operator di markas perusahaan, drone ini dilengkapi dengan senjata non-mematikan seperti peluru merica dan pemecah kaca untuk melumpuhkan pelaku.
Meskipun drone bersenjata ini diharapkan dapat membantu penegak hukum dalam situasi darurat, kehadiran 30 hingga 90 drone di sekolah juga menimbulkan kekhawatiran terkait risiko tabrakan, penyimpanan yang aman, dan kualitas pelatihan operator. Meski begitu, Campus Guardian Angel berencana untuk menjadikan sistem drone bersenjata ini sebagai langkah perlindungan permanen di sekolah, dengan target beroperasi penuh pada bulan Januari mendatang.
Di sisi lain, ancaman penembakan juga telah mendorong banyak orang tua untuk menolak larangan penggunaan smartphone di sekolah. Aturan ini telah diterapkan di Florida dan diikuti oleh 35 negara bagian lainnya. Pertanyaannya, apakah drone bersenjata ini akan memberikan solusi nyata atau justru menimbulkan masalah baru di lingkungan sekolah?