Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa tidak ada Kapolres yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara pada 26 Juni 2025. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa hanya tujuh orang yang ditangkap, lima di antaranya menjadi tersangka, dan dua di antaranya adalah aparatur sipil negara (ASN) dengan inisial RY dan staf tersangka KIR dengan inisial TAU. RY dan TAU dinyatakan sebagai saksi dan telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Pernyataan ini ditujukan untuk merespons isu yang menyebut bahwa ada Kapolres yang ditangkap dalam OTT di Sumut.
KPK menangkap HEL, RES, KIR, dan RAY, serta RY dan TAU pada tahap pertama, kemudian membawa mereka ke Jakarta pada 27 Juni 2025. Pada tahap kedua, KPK menangkap TOP dan membawanya ke Jakarta pada 28 Juni 2025. HEL, RES, KIR, RAY, dan TOP ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Penangkapan tersebut terkait dengan kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap pejabat pembuat komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto (HEL), Dirut PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY). Kasus tersebut terbagi menjadi dua klaster, yang masing-masing terkait dengan beberapa proyek pembangunan jalan dengan total nilai sekitar Rp231,8 miliar.
KPK menduga M. Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap, sementara penerima dana di dua klaster tersebut adalah Topan Obaja Putra Ginting, Rasuli Efendi Siregar, dan Heliyanto. Ini adalah perkembangan terbaru terkait operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK terkait kasus korupsi di Sumut.
