Pernikahan usia dini masih terjadi di beberapa daerah Indonesia meskipun dihukumkan oleh hukum Indonesia. Contohnya, di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, dilaporkan adanya pernikahan anak berusia 14 tahun dengan pasangannya yang 16 tahun. Praktik ini membawa dampak negatif pada kesehatan mental dan fisik mereka serta anak yang dilahirkan. Risiko gangguan mental, komplikasi kehamilan, penyakit menular seksual, hingga kanker serviks menjadi efek pernikahan usia dini yang serius.
Anak yang menikah pada usia muda rentan mengalami gangguan kesehatan mental seperti trauma, depresi, dan kecemasan. Di sisi fisik, tubuh anak perempuan yang belum matang secara fisik berisiko tinggi terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan dini. Dampak sosial ekonomi juga memperparah kondisi kesehatan dengan tekanan sosial dan keterbatasan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan fisik dan mental pasangan muda.
Pernikahan usia dini juga meningkatkan risiko infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS, gonore, dan kanker serviks karena kurangnya pengetahuan akan seks yang aman. Selain itu, pernikahan dini juga memberikan dampak pada aspek sosial dan ekonomi pasangan muda dengan tuntutan menjadi kepala keluarga dan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan yang berdampak pada pengasuhan anak yang kurang optimal.