Peringatan Tentang Klaim Normalisasi Penggunaan Vape

Organisasi kesehatan dan pakar komunikasi menyuarakan kewaspadaan terhadap klaim yang menormalkan penggunaan rokok elektrik (vape) yang tidak didukung bukti ilmiah. Klaim tersebut berisiko meningkatkan penggunaan rokok elektrik di kalangan anak dan remaja. Feni Fitriani Taufik dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengingatkan bahwa paparan bahan kimia dalam aerosol rokok elektrik dapat menyebabkan penyakit bronchiolitis obliterans (popcorn lung), penurunan fungsi paru-paru, dan risiko kardiovaskular. Bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan rokok elektronik jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya bagi generasi masa depan Indonesia. Sorotan dokter dan pakar komunikasi mengungkapkan bahwa klaim bahwa vape membantu perokok tembakau untuk berhenti merokok merupakan cara pandang yang tidak tepat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hanya 0,08 persen pengguna yang berhenti menggunakan semua produk tembakau dengan bantuan rokok elektrik. Pakar komunikasi juga menyoroti bahwa klaim yang tak jelas rujukannya rentan mengaburkan persepsi publik mengenai risiko menggunakan rokok elektrik. Sekretaris Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) mengingatkan tentang potensi campur tangan industri rokok dalam membentuk narasi publik. Industri tembakau berupaya membentuk opini bahwa produk mereka lebih aman, padahal risiko kesehatannya tetap nyata. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa rokok elektronik mengandung berbagai zat berbahaya, termasuk nikotin, logam berat, dan senyawa karsinogenik. Upaya pencegahan juga diperkuat dengan Kementerian Kesehatan tidak menganggap rokok elektrik, termasuk produk tembakau yang dipanaskan, sebagai solusi untuk berhenti merokok atau strategi efektif menurunkan prevalensi perokok, dengan fokus utama pada pencegahan dan penghentian penggunaan semua produk tembakau.

Source link