Makassar (ANTARA) – Warga yang tinggal di 61 unit rumah di Jalan Ujung Tanah, Makassar, Sulawesi Selatan, yang berdekatan dengan tembok Integrated Terminal Makassar Pertamina Patra Niaga melakukan protes karena menerima surat perintah pengosongan lahan secara mendadak.
“Awalnya kami tidak mengetahui rencana penggusuran. Informasinya kami dapat setelah menerima surat yang dikirim secara tiba-tiba. Ketika kami meminta klarifikasi kepada Ridwan K, petugas yang menandatangani surat teguran tersebut, dia justru menghindar,” kata Lukman, seorang warga terdampak di Makassar, pada Jumat.
Dia menjelaskan bahwa sebelumnya warga menerima surat perintah untuk mengosongkan lahan mereka, meskipun sudah menempati lahan tersebut selama puluhan tahun. Surat tersebut dikirimkan secara bertahap, mulai 13 Mei hingga 16 Mei 2024. Surat ini menjadi bahan protes karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya dari pemerintah setempat.
Menurutnya, pihak Kelurahan Ujung Tanah seharusnya menggunakan jalur hukum yang berlaku untuk menyelesaikan klaim atas tanah tersebut melalui proses pengadilan. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan keabsahan kepemilikan tanah melalui sengketa perdata, bukan dengan penggusuran paksa.
Selain itu, lahan yang diklaim sebagai milik Pemerintah Kota Makassar tidak memiliki dasar yang jelas. Sebabnya adalah warga yang tinggal di tempat tersebut sebelumnya adalah milik A Lamakuasseng (almarhum) berdasarkan hak adat, kemudian hak tersebut beralih kepada warga setempat.
Penolakan terhadap pengosongan lahan ini akhirnya mencapai Balai Kota Makassar. Sejumlah warga terdampak menggelar aksi untuk meminta penjelasan mengenai alasan penggusuran tersebut, mengingat batas waktu pengosongan lokasi adalah Sabtu, 7 Juni 2024.
Kepala Bidang Pertanahan Pemkot Makassar, Ismail, saat bertemu dengan peserta aksi mengatakan bahwa masih ada pembahasan lanjutan terkait kasus yang dihadapi warga. Rencananya, bersama pihak terkait termasuk Pertamina, mereka akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Makassar pada Senin, 10 Juni 2024.
Aksi warga selanjutnya berpindah ke Kantor DPRD Kota Makassar untuk memastikan bahwa aspirasi mereka didengar oleh para wakil rakyat. DPRD Makassar berkomitmen untuk memanggil pihak terkait dalam RDP nanti.
Tim pembela warga dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Melisa Ervina, menekankan bahwa pemerintah wajib melindungi hak atas tempat tinggal yang layak bagi warganya. Ini sesuai dengan aturan Komnas HAM nomor 11 tentang Hak Atas Tempat Tinggal Layak, pasal 2 ayat (2), dan pasal 3 Kovenan Internasional Hak Ekosob yang diratifikasi melalui Undang-undang nomor 11 tahun 2005.
“Praktik penggusuran ini dilakukan tanpa melibatkan masyarakat terdampak dan intimidasi dengan melibatkan aparat keamanan,” ujar Melisa.
Sementara itu, Area Manager Communication, Relation dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Fahrougi Andriani Sumampouw, membela pengosongan lahan tersebut dengan menyatakan bahwa hal tersebut telah dibahas bersama pemerintah kota dan area tersebut adalah milik Pemkot Makassar.
Menurutnya, Pemkot Makassar ingin membersihkan area tersebut untuk melindungi masyarakat yang tinggal di area buffer zone Integrated Terminal Makassar. Buffer zone ini bertujuan untuk menjaga agar depot BBM tidak terlalu dekat dengan pemukiman warga.
“Ada area kosong dengan radius tertentu yang memberikan jarak atau mengisolasi depot BBM dari pemukiman, sehingga jika terjadi kebakaran, api tidak akan merambat ke rumah-rumah warga,” katanya.
Artikel ini telah disusun oleh M Darwin Fatir dan disunting oleh Budhi Santoso. Copyright © ANTARA 2024.