Berita  

Putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang Jaksa Agung diisi oleh pengurus parpol adalah sudah tepat.

Direktur Eksekutif Centre of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang jabatan jaksa agung diisi oleh pengurus partai politik sudah tepat. Menurut Uchok, keputusan MK tersebut dapat menjaga profesionalitas jaksa agung dan mencegah politisasi kasus.

“Sudah tepat. Sekalipun diangkat oleh presiden, sebaiknya jabatan jaksa agung diisi oleh individu nonpartisan agar dapat menjaga profesionalitas dan mencegah politisasi kasus,” ujar Uchok di Jakarta, Jumat.

Uchok membandingkan kinerja Kejaksaan Agung yang saat ini dipimpin oleh ST Burhanuddin dengan jaksa agung yang berasal dari parpol. Menurut Uchok, Kejaksaan Agung saat ini progresif dalam penanganan kasus korupsi dan cenderung tidak memihak kepada politikus.

“Masa sebelumnya ada beberapa kontroversi karena ada kasus yang terkesan dipaksakan. Bahkan, konflik antar elit partai dibawa ke ranah hukum,” katanya.

Pada sidang pleno Kamis (29/2), MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi mengenai syarat pengangkatan jaksa agung, khususnya Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Gugatan tersebut diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar, seorang jaksa.

Putusan MK mengubah norma pasal tersebut dengan menambahkan syarat baru, yaitu bahwa yang diangkat sebagai jaksa agung tidak boleh menjadi pengurus parpol kecuali setelah berhenti selama minimal lima tahun sebelum diangkat.

Jovi dalam permohonannya meminta agar Pasal 20 UU Nomor 11 Tahun 2021 juga mengatur syarat bahwa anggota parpol tidak boleh diangkat menjadi jaksa agung. Jika seseorang pernah terdaftar sebagai anggota parpol, dia harus keluar minimal lima tahun sebelum diangkat.

MK tidak memenuhi seluruh permohonan Jovi karena adanya perbedaan antara pengurus parpol dan anggota parpol dalam tugas, fungsi, dan kewenangan. MK berpendapat bahwa pengurus parpol lebih terikat dengan partainya karena memilih terlibat secara lebih dalam, sedangkan anggota parpol dapat menggunakan partai sebagai alat untuk mencapai tujuan politik.

Oleh karena itu, MK memandang bahwa pengurus parpol dapat memiliki konflik kepentingan jika diangkat sebagai jaksa agung tanpa jeda yang cukup untuk memutus asosiasi dengan partai politik.

“Dalam hubungannya dengan permohonan pemohon, syarat bahwa harus keluar dari partai politik minimal lima tahun sebelum diangkat sebagai jaksa agung harus diterapkan bagi calon jaksa agung yang sebelumnya merupakan pengurus partai politik,” demikian pertimbangan hukum MK.

Artikel ini merupakan referensi dari ANTARA.

Exit mobile version