Berita  

Perlindungan Sosial dan Kasus Kekerasan Seksual di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Memerlukan Perhatian Khusus dari LPSK

Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dianggap aib oleh keluarga sehingga mereka cenderung menutupi kasus tersebut. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual di Daerah Istimewa Yogyakarta layak mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat dan daerah karena jumlah permohonan perlindungan korban tergolong tinggi.

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyebutkan bahwa LPSK selama 2023 memberikan layanan perlindungan terhadap 4.193 saksi dan korban tindak pidana, di mana 1.372 di antaranya merupakan korban kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Di DIY, LPSK telah memberikan pelayanan kepada 97 orang saksi dan korban, di mana 88 di antaranya adalah korban tindak pidana kekerasan seksual.

Hasto mendorong para korban maupun keluarga korban kasus-kasus kekerasan, termasuk kekerasan seksual pada perempuan dan anak, untuk berani bersuara dan memberikan kesaksian dalam proses peradilan agar tercapai rasa keadilan bagi korban. Dalam beberapa kasus, korban memilih diam karena pengaruh faktor budaya yang menganggap kekerasan seksual sebagai aib keluarga.

Tindakan kekerasan seksual sering kali terjadi di lingkungan yang hubungannya antara pelaku dan korban cukup dekat, seperti lingkungan keluarga, ketetanggaan, dan pendidikan. Oleh karena itu, LPSK mengharapkan kerja sama yang lebih baik di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk memberikan layanan perlindungan kepada korban.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DIY, Erlina Hidayati, menyatakan bahwa di DIY tercatat 1.282 kasus kekerasan yang diadukan oleh korban selama 2022. Kasus kekerasan di lingkungan kampus mendapat perhatian tersendiri karena sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah kekerasan seksual.

Pemprov DIY telah menanggung biaya pendampingan korban kekerasan seksual, termasuk pendampingan psikologi, hukum, rohani, fisum, dan layanan kesehatan yang dibutuhkan korban. Erlina menyayangkan terjadinya kekerasan seksual di kampus yang seharusnya menjadi tempat pendidikan dan bertentangan dengan budaya DIY.

Exit mobile version