Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberikan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada enam hakim konstitusi yang terbukti secara bersama-sama melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie mengumumkan putusan tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Selasa. Enam hakim konstitusi yang mendapatkan sanksi tersebut adalah Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M. Guntur Hamzah.
Sanksi tersebut ditetapkan setelah adanya laporan dari beberapa pihak, antara lain Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Advokat Pengawal Konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, dan Alamsyah Hanafiah.
Majelis Kehormatan menyimpulkan bahwa keenam hakim terlapor secara bersama-sama melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan karena tidak menjaga kerahasiaan dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup.
Selain itu, para hakim juga dinyatakan membiarkan terjadinya pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi tanpa kesungguhan untuk saling mengingatkan antarhakim, termasuk terhadap pimpinan, karena budaya kerja yang kurang teratur.
Oleh karena itu, Majelis Kehormatan merekomendasikan bahwa hakim konstitusi seharusnya tidak membiarkan praktik saling pengaruh antarhakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. Mereka juga harus menjaga iklim intelektual yang mengutamakan pencarian kebenaran dan keadilan konstitusional.
Majelis Kehormatan juga menyarankan agar dilakukan revisi pada Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK, terutama dalam hal menghapus mekanisme majelis kehormatan banding. Jika diperlukan, hal tersebut sebaiknya diatur dalam undang-undang dan tidak hanya oleh MK.
Dengan putusan ini, diharapkan hakim konstitusi dapat menjalankan kewajibannya dengan menjaga kerahasiaan informasi yang dibahas dalam rapat permusyawaratan dan tidak melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.