Eks Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, mengajukan gugatan terkait perintangan penyidikan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana permohonan uji materi Pasal 21 UU Tipikor digelar di Gedung MK, Rabu (13/8). Hasto memohon kepada MK untuk menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki hukum tetap.
Kuasa hukum Hasto, Erna Ratnanianingsih, menjelaskan bahwa kliennya mengajukan permohonan ke MK karena merasa materi muatan dalam pasal yang diuji bertentangan dengan hak asasi pemohon sebagaimana dijamin UUD 1945. Pasal 21 UU Tipikor, menurut Hasto, dalam praktiknya ditafsirkan secara tidak proporsional yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan prinsip negara hukum yang adil.
Sebelumnya, Hasto menjadi tersangka dan didakwa melanggar Pasal 21 UU Tipikor terkait kasus Harun Masiku. Erna menegaskan bahwa Pasal 21 UU Tipikor seharusnya tidak ditafsirkan atau dipraktikkan sesuai keinginan aparat penegak hukum, melainkan harus kembali pada bunyi dan makna teksnya untuk menciptakan akuntabilitas demokratis. Pihak pemohon menyatakan bahwa Pasal 21 UU Tipikor seharusnya tidak dapat digunakan untuk menentukan tersangka dalam kasus korupsi.
Keliru jika seseorang diduga melakukan tindak pidana korupsi dan mencegah penyidikan atau penuntutan sehubungan dengan kasus tersebut. Pemohon menyerukan agar ancaman hukuman yang diberlakukan sesuai dengan Pasal 21 UU Tipikor seharusnya setara dengan ancaman hukuman Pasal 13 UU Tipikor. Pasal 21 UU Tipikor harus diberi pemaknaan yang benar, masuk akal, dan konstitusional. Erna menekankan bahwa ancaman hukuman terhadap pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor harus setara dengan Pasal 13 UU Tipikor, yakni dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun.