Berita  

KPAI Sebut Perda NTB Tak Atur Sanksi Nikah Anak

Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kurangnya ketentuan sanksi dalam Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Menurut Komisioner KPAI Ai Rahmayanti, kekosongan dalam regulasi ini menjadi penyebab tingginya kasus perkawinan anak di NTB. Ia menekankan pentingnya adanya sanksi dalam peraturan daerah untuk mencegah praktek perkawinan anak.

Rahmayanti juga menyoroti faktor adat dan agama yang menjadi pemicu tingginya angka perkawinan anak di NTB. Beberapa masyarakat mungkin mengenal pemahaman bahwa menikahkan remaja lebih baik untuk mencegah perbuatan zina. Namun, ia menegaskan bahwa pernikahan dini melibatkan perangkat desa seperti penghulu, dan perlu adanya aturan yang jelas termasuk sanksi bagi pelanggar.

Selain itu, KPAI merekomendasikan agar Kementerian Dalam Negeri meninjau ulang Perda Pencegahan Perkawinan Anak di NTB. Rahmayanti juga menyoroti Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sudah mengatur ancaman pidana dan denda bagi pihak yang terlibat dalam perkawinan anak. Sebelumnya, pasangan remaja di Lombok Tengah, NTB, telah dipolisikan setelah pernikahan viral mereka menjadi sorotan. Laporan disampaikan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram kepada Polres Lombok Tengah, melibatkan semua pihak yang terlibat dalam memfasilitasi pernikahan anak tersebut.

Dengan adanya respon aktif dari berbagai pihak terhadap kasus ini, diharapkan tindakan preventif dan penegakan hukum yang tegas akan dapat menekan angka perkawinan anak di NTB. Selain itu, perubahan aturan dan kesadaran akan pentingnya melindungi hak anak perlu ditingkatkan dalam masyarakat untuk mencegah praktik berbahaya seperti perkawinan anak.

Source link

Exit mobile version