Pada Awal Januari 2024, RSUD Blora Mulai Melayani Pasien TBC dengan Regimen Obat Standar (RO/SO)

Kesehatan

dr. Yudhi Prasetyo, Sp.P (kiri) bersama Suci Vera perawat Poli Paru saat ditemui wartawan Suara Indonesia di RSUD dr. R. Soetijono Blora, Rabu (16/10/2024). (Foto: Gunawan/Suara Indonesia)

SUARA INDONESIA, BLORA – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R. Soetijono Blora kini melayani pasien Tuberculosis atau yang biasa disebut dengan TBC, untuk mendapatkan perawatan, pengobatan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala, mulai Januari 2024.

dr. Yudhi Prasetyo mengatakan bahwa jumlah pasien TBC RO (Resistan Obat) di RSUD Soetijono Blora saat ini sebanyak 13 pasien, dengan berbagai macam pasien TBC RO seperti TBC Mono Resistan, Poli Resistan, TBC MDR, TBC XDR dan TBC RR.

“Satu pasien Mono Resistan sudah sembuh, 2 pasien TBC RR juga sembuh, 1 pasien Loss To Follow Up (mangkir), seorang pasien meninggal dunia dan selebihnya sedang menjalani perawatan, pemeriksaan dan pengobatan di RSUD Soetijono Blora,” ungkapnya, Rabu (16/10/2024).

dr. Yudhi menyampaikan, di awal bulan Januari, RSUD sudah bisa menangani langsung pasien untuk TBC. Sebelumnya pasien dirujuk baik ke Semarang, Solo maupun ke Kota/Kabupaten lainnya. “Blora sudah bisa melayani pasien TBC, mulai awal tahun ini. Jadi tidak perlu rujuk di kota/kabupaten lain,” terangnya.

Sementara terkait pemeriksaan pasien TBC Ro, Yudhi menambahkan, di RSUD Blora sangatlah lengkap. “Artinya, di awal pasien datang, mendaftar, kemudian diperiksa/di cek dahak terlebih dahulu di laboratorium,” katanya.

Adapun layanan lainnya seperti tes kulit tuberkulin Mantoux, tes cepat molekul TB (TCM TB), pemeriksaan dahak, rontgen dan sebagainya. Hal ini untuk mengetahui kepekaan pasien dengan resistensi obatnya. “Pasien TBC RO ini, memang sedikit beda dan sangatlah complicated,” ujar dokter spesialis paru RSUD Blora ini.

Selain TBC RO, kata dr. Yudhi, RSUD juga melayani pasien TBC SO (Sensitif Obat) yang secara garis besar menggunakan 4 obat yakni Isoniazid, Rifampin (Rifadin, Rimactane), Ethambol (Myambutol) dan Pyrazinamide.

“TBC SO ini adalah pasien yang sensitif obat. Selama 6 bulan menggunakan obat merah (4). Sementara untuk pasien TBC RO adalah obat Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid, Moksifloksasin selama 26-39 minggu (BpaL/M). Jadi beda ya, RO dan SO pasien TBC,” jelas dia.

dr. Yudhi menambahkan, penanganan pasien-pasien tersebut tidak hanya di paru-paru saja namun perlunya kolaborasi, kerjasama dan sinergi dengan dokter spesialis yang lainnya.

“Misalnya dengan dokter mata, dokter penyakit dalam, dokter penyakit jiwa, dokter jantung, untuk terapi awalnya. Hal ini tentu, untuk mengetahui, apakah pasien ada komplikasi di bidang lainnya, sebelum dilakukan pengobatan,” tutur Yudhi.

Pihaknya berpesan kepada seluruh masyarakat bahwa penyakit TBC adalah penyakit yang menular melalui bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru-paru saat menghirup udara yang terkontaminasi.

“Tingkatkan imunitas seperti makan makanan yang bergizi, ini salah satu langkah mengeleminasi TBC. Olahraga yang teratur, menjaga kebersihan, menggunakan masker. Semoga kita semua terhindar dari hal ini (TBC),” pintanya.

Sementara salah satu perawat poli paru Suci Vera memaparkan bahwa dalam catatannya, pasien TBC RO dan SO di RSUD Blora mencapai 13 orang (RO) dan 30-50 orang pasien (SO) per harinya.

“Untuk RO ada 13 pasien dari Januari 2024 lalu, sedangkan SO sekitar 150 pasien dalam kurun waktu lima bulan terakhir atau kisaran 30-50 pasien per harinya,” terang Suci.

Pasien TBC asal Kunduran, Blora, Malik mengapresiasi pelayanan di RSUD Blora yang semakin baik dan prima. Ia mengaku sudah beberapa kali berobat dan melakukan pemeriksaan.

“Mohon doanya, semoga diberikan kelancaran dan kemudahan, menjalani ujian ini semua, terima kasih,” ujarnya. (*)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA